Wednesday 13 May 2015

LAPORAN PENGUKURAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TERPADU

ACARA III
PENGUKURAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM



images (1).jpg


Oleh    :
Moch. Bachrul alam
A0A013078


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
PURWOKERTO
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehidupan manusia sangat bergantung pada tumbuhan, begitu pula pada makhluk lain yang tidak berhijau daun. Sedangkan tumbuhan dalam kehidupannya sering dihadapkan pada berbagai gangguan, salah-satunya adalah serangan dari penyakit tumbuhan yang akan sangat berpengaruhi pada besarnya hasil produksi. Adanya penyakit tumbuhan sudah diketahui lama sebelum masehi, bahkan dilaporkan bahwa penyakit telah ada sebelum manusia membudidayakan tanaman.
Penyakit tumbuhan dapat didefinisikan sebagai gagalnya sel atau jaringan melaksanakan fungsi-fungsi fisiologgisnya akibat gangguan terus –menerus oleh agen atau penyebab primer dan menimbulkan gejala. Sementara itu gejala penyakit adalah kelainan atau penyimpanagan keadaan normal tanaman akibat adanya gangguan penyebab penyakit dan dapat dilihat oleh mata telanjang.Menurut sifatnya gejala penyakit dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi adalah penyimpanagan pada tanaman yang mudah dikenalai dengan panca indra (lihat,raba,cium). Sedangkan gejala histologi adalah penyimpangan pada tanaman yang dapat diketahui melalui pemeriksaan mikroskop terhadap jaringan tanaman yang sakit
Tanaman akan sakit manakala tanaman rentan diserang oleh patogen virulen pada keadaan lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit. Tanaman sakit tampak dari gejala yang terjadi pada tanaman dan tanda yang mungkin terdapat pada bagian tanaman bergejala. Bila dalam pengamatan hanya dibedakan tanaman sakit dari tanaman sehat maka diperoleh data kategori, yaitu kategori sehat dan kategori sakit. Pengamatan data kategori seperti ini tentu saja cukup mudah, tetapi tidak cukup memadai untuk mengukur seberapa berat penyakit yang diderita oleh setiap individu tanaman sehingga dapat dihitung nilai rerata untuk seluruh individu dalam populasi, maka dari itu cara yang semakin berkembang yaitu pengukuran intensitas penyakit dengan penghitungan score interval satu sampai 5 yang merupakan gambaran masing-masing. Miisalnya score  satu penyakit 0-20% , dua 21-40%, tiga 41-60%, empat 61-80%, dan lima daun mati. Dalam skala interval, pengukuran menghasilkan nilai intensitas dalam persen, bukan menghasilkan skor. Hanya saja, nilai persen intensitas dalam hal ini berskala interval, bukan rasio, karena setiap nilai disepakati dengan menggunakan diagram area baku sebagai pembanding.
Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Seperti serangan pathogen padatanaman.  Menurut pengertian agroekosistem adalah sistem ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bahan makanan. Agroekosistem memiliki kaidah-kaidah ekologi umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang terlihat pada ekosistem sawah dengan ekosistem lainnya. Analisis agroekosistem sangat diperlukan petani karena analisis inilah yang nantinya menjadi dasar oleh petani dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan untuk pengendalian hama dan pathogen pada tanamanya dan pada lahanya. Tinggi dan rendahnya pemahaman petani terhadap analisis agroekosistem berpengaruh terhadap lahan yang diolahnya, bila petani masih bingung gejala penyakit apa yang terserang oleh tanamannya maka akan menyulitkan untuk penangananya dan kondisi ini sangat disayangkan karena dalam satu malam saja penyakit mampu menghabiskan tanaman satu lahan.

B.     Tujuan
1.      Mengukur intensitas penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen
2.      Mengetahui analisis agroekosistem
3.      Untuk mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem
4.      Untuk mengenal komponen agroekosistem
5.      Untuk menentukan keputusan pengelolaan agroekosisitem
6.      Untuk memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahanya sendiri




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Intensitas serangan penyakit adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh jamur, bakteri atau virus yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif. (Pracaya, 1993)
Analisis mengenai tingkat keparahan penyakit tumbuhan serta keberadaan sangan dibutuhkan dalam mempelajari kehilangan hasil, peramalan tingkat penyakit, dan sistem pengendalian yang harus dilakukan untuk meminimalisasi kerugian yang disebabkan oleh serangan penyakit. Berat atau ringannya penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga kriterium utama, yaitu insidensi penyakit (diseases insident), intensitas penyakit (diseases severity), dan kehilangan hasil (crop  loss) (Sastrahidayat,2011).
Pendugan intesitas penyakit tanaman merupakan cara yang umum untuk menentukan besar penyakit pada suatu populasi. Sedangkan keterjadian penyakit pada tanaman merupakan banyaknya sampel unit yang terserang dalam persentase/proporsi dari jumlah sempling unit atau jumlah keseluruhan terjadinya penyakit disebabkan apabila penyakit ini bersifat sistemik serta serangan patogen cepat atau lambat yang akan menyebabkan kematian. Keparahan penyakit tumbuhan adalah daerah sub sempling unit yang terinfeksi penyakit ditulis dalam bentuk persen atau proporsi total daerah sempling(Leonard J. F.  2001).
Penyakit tanaman dapat didefinisikan sebagai penyimpangan sifat normal yang menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan kegiatan fisiologis seperti biasanya (Martoredjo, 1989).
penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Penyebab penyakit yang bersifat biotik umunya parasitik pada tumbuahn, dapat ditularkan, dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik tidak parasit, tidak menular, dan biasa disebut penyakit fisiogenik. Penyebab yang parasitik terdiri dari beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri, cendawan, riketsia, protozoa, nematode dan tumbuhan tingkat tinggi (Sinaga, 2003).
Agroekosistem dapat diartikan sebagai totalitas/kesatuan lingkungan pertanian yang tersusun oleh komponen hidup (biotik) dan komponen tidak hidup (abiotik) yang saling berinteraksi  dan manusia dengan sistem sosialnya merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan komponen tersebut. (Saragih, 2000). Agroekosistem ini pada saat proses pembentukan dan perkembangannya terjadi karena ada campur tangan manusia dengan tujuan umtuk meningkatkan produksi pertanian dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan manusia. Campur tangan manusia dapat berupa pemebrian masukan energi dan biasanya mempunyai kecenderungan mengubah keseimbangan alam dan menyebabkan ekosistem menjadi tidak stabil bila tidak dikelola dengan baik.
Berdasarkan proses pembentukannya, ekosistem dibagi menjadi dua, yaitu Ekosistem Alami dan Ekosistem Pertanian / Agroekosistem. Ekosistem Alami merupakan ekosistem yang proses pembentukan dan perkembangannya terjadi tanpa ada campur tangan manusia, sedangkan Agroekosistem merupakan ekosistem yang proses pembentukan dan perkembangannya terjadi karena ada campur tangan manusia.
Analisis agroekosistem merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan hama dan penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan-keputusan pengelolaan lahan pertaniannya (Mangan, 2002).





BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan dan Alat
1.      Bahan yang ada dilapangan (pangan, hortikultura, atau perkebunan).
2.      Pedoman kategori serangan patogen untuk penyakit tanaman tertentu
3.      Alat pencatat
4.      Kantong plastik
5.      Kertas plano
6.      Alat tulis
B.     Prosedur Kerja
1.      Mahasiswa diarahkan untuk pergi ke lapangan untuk mengamati komponen agroekosistem yang meliputi agroekosistem tanaman (pangan, hortikultura, atau perkebunan)
2.      Pertanaman yang terserang patogen di lapangan diamati
3.      Kategori serangan patogen pada tanaman yang terserang ditentukan
4.      Intensitas penyakit tanaman diukur.
5.      Keadaan umum agroekosistem yang diamati diukur.
6.      Hasil pengamatan ditulis pada kertas plano.
7.      Hasil pengamatan di lapangan dipresentasikan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpa1/v/t1.0-9/10885110_10203176247906684_8582966942290124327_n.jpg?oh=b4d7dcaf26aba5dce7e0a4f8c8b0c07b&oe=54FFDF11&__gda__=1426052103_30ea797c081acfc44c16751954ce10c4
Hasil pengamatan
Tanggal                       : 19 Desember 2014
Jam                              : 09.00 WIB
Pemilik                        : Bapak Suwarjo
Luas                            : 30ubin x 14m = 420 meter
Varietas                       : Jagung C12 ( hibrida )
Jarak tanaman                         : 25cm x 75cm
Kebutuhan benih         : 3kg
Frekuensi benih           : 2kali ( ½bulan=50kg urea, 1bulan=25kg urea)
Jenis tanah                   : latosol
Jenis hama                   : lenting hijau dan ular
Penyakit                      : karat daun jagung
Komponen biotik        : hama, gulma, musuh alami, dan serangga netral
Komponen abiotik      : iklim, pH, jenis tanah, kelembaban, air, cuaca
Rencana tindak lanjut :
·         Menanam varietas tahan karat daun, seperti Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima-1 atau Semar-10
·         Pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai ke akarnya (Eradikasi tanaman) pada tanaman terinfeksi karat daun maupun gulma
·         Penyemprotan fungisida menggunakan bahan aktif benomil. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasan.
Hasil perhitungan sampel jagung :
·         Sampel  A  : P1 = x100%
= x100%
      = 35%
                        P2= x100%
= x100%
      = 50,91%
·         Sampel  B  : P1 = x100%
= x100%
      = 40%
                        P2= x100%
= x100%
      = 26,15%
·         Sampel  C : P1 = x100%
= x100%
      = 59%
                        P2= x100%
= x100%
      = 57,89%
·         Sampel  D  : P1 = x100%
= x100%
      = 64%
                        P2= x100%
= x100%
      = 81,82%
·         Sampel  E  : P1 = x100%
= x100%
      = 40%
                        P2= x100%
= x100%
      = 21,82%


B.       Pembahasan
Lahan yang diamati pada saat praktikum ditanami dengan jagung varietas jagung C12 (hibrida). Varietas jagung hibrida Menurut mubarakkan, (2012) berdasarkan hasil evaluasi terhadap variable utama dan variable penunjang disimpulkan bahwa semua jagung hibrida yang ditanam pada kondisi rendah meiliki tingkat adaptasi dan keragaman tanaman yang hampir sama. Dengan tingkat produktivitas rata-rata 9,10 ton/ha, seluruh tanaman sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pangan dan pakan ternak. Hibrida 4 dan 8 dengan kandungan protein 14,12% termasuk dalam jagung  mutu tinggi (quality protein maize) yang sangat sesuai sebagai bahan pakan ternak ayam, sedangkan hibrida 1 dan 13 dengan kandungan karbohidrat 805 dan 790 mg glukosa/gBK lebih sesuai unruk dikembagkan sebagai sumber bahan pangan.
Jenis tanah pada lahan tersebut yaitu latosol. Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini mempunyai lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara,   pH 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya remah dengan konsistensi  adalah gembur. Dari warna bisa dilihat unsur haranya, semakin merah biasanya semakin miskin. Pada umumnya kandungan unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar merembes air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasinya dari agak cepat sampai agak lambat, daya  menahan air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi.  
Hama dan penyakit yang sering menyerang pada lahan bapak suwarjo yaitu : lenting hijau, ular dan karat daun.
Penyakit karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw (Sudjono, 1988) dan Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia (BPS, 1989; Sudjono, 1987; Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Spesies P. polysora Underw dominan menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Jamur ini menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen terutama pada bagian daun tanaman (Sumartini, 1990 dan 1990a), dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan.
Hasil pengujian Sumartini (1992) menunjukkan bahwa penyemprotan fungisida yang memiliki bahan aktif Mancozeb dan Carbendazim, konsentrasi 2g/l dengan interval waktu penyemprotan 10 hari sejak tanaman 7 hari setelah tanam juga efektif menekan serangan penyakit karat pada jagung Galur Harapan Mojosari, masingmasing dari 21% menjadi 14,31% dan 17,09%. Fungisida Dithane M 45 mengandung bahan aktif Mencozeb, berupa fungisida kontak yang berspektrum luas, cara kerja fungisida tersebut menghambat enzim-enzim patogen termasuk enzim P. polysora pada tanaman jagung (Sumartini 1990a). Sedangkan fungisida yang mengandung bahan aktif Carbendazim yaitu Delsene MX-200, berupa fungisida sistemik, cara kerjanya menghambat DNA (Van der Plank 1969). Selain itu, Irriani (1994) melaporkan bahwa fungisida dengan bahan aktif Captafol dan Triadimefon efektif menekan serangan penyakit karat pada tanaman jagung berturut-turut 14,37 % dan 18,0 %.
Keparahan penyakit dapat diamati dengan cara membagi kisaran dari tak ada gejala penyakit sampai penuh gejala penyakit ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori. Jaringan diamati dengan cara mencocokan termasuk kategori atau kelas yang manabagian tanaman tersebut. Proses pencocokan tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Jika jumlah kelas terlalu sedikit, maka kunci tersebut tidak memiliki kemampuan diskriminatif; sebaliknya kalau jumlah kelas terlalu besar maka diperlukan banyak waktu untuk menentukan suatu jaringan masuk kelas yang mana. Oleh karena itu biasanya jumlah kelas tidak lebih dari 10.
Pada kegiatan praktikum yang di lakukan, di hitung nilai intensitas penyakit. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode diagonal diamana diambil 2 tanaman yang diamati dari setiap pojokan lahan. Pada perhitungan daun jagung sampel A jagung yaitu P1=35%, P2= 50,91%, pada daun jagung sampel B intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2=26,15%, pada daun jaung sampel C intensitas penyakitnya yaitu P1=59%, P2= 57,89%, pada daun jagung sampel D intensitas penyakitnya yaituP1=64%, P2= 81,82, pada daun jagung sampel E intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2= 21,82.




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Agroekosistem adalah sistem ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Seperti serangan pathogen padatanaman. 
Pada kegiatan praktikum yang di lakukan, di hitung nilai intensitas penyakit. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode diagonal diamana diambil 2 tanaman yang diamati dari setiap pojokan lahan. Pada perhitungan daun jagung sampel A jagung yaitu P1=35%, P2= 50,91%, pada daun jagung sampel B intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2=26,15%, pada daun jaung sampel C intensitas penyakitnya yaitu P1=59%, P2= 57,89%, pada daun jagung sampel D intensitas penyakitnya yaituP1=64%, P2= 81,82, pada daun jagung sampel E intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2= 21,82.
Komponen agroekosistem :
Komponen biotik        : hama, gulma, musuh alami, dan serangga netral
Komponen abiotik      : iklim, pH, jenis tanah, kelembaban, air, cuaca
B.     Saran
Asisten lebih mengontrol pada saat praktikum agar semua praktikan melakukan praktikum, karena masih ada praktikan yang hanya melihat saja





DAFTAR PUSTAKA
Mangan, J. 2002. Pedoman SL-PHT Untuk Pemandu. Proyek PHT-PR/IPM-SECP. Jakarta . 21 hal
Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset, Yogyakarta.
Pracaya. 1993.Hama dan Penyakit  Tanaman. Penebar  Swadaya. Jakarta.
Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor Indonesia, Jakarta.
Sastrahidayat, R. I. 2011. EPIDEMIOLOGI TEORITIS PENYAKIT TUMBUHAN. UB Press Universitas Brawijaya. Malang
Sumartini. 1992. Pengendalian penyakit bercak daun dan karat pada jagung secara kimiawi. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1991. Balittan Malang: 31-35.

Sudjono, M. S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Hal. 205-241. Dalam. Subandi, M. Syam, dan A. Wdjono (ed.), Jagung. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman pangan, Bogor.

No comments:

Post a Comment