LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA III
PENGUKURAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN DAN
ANALISIS AGROEKOSISTEM
Oleh :
Moch. Bachrul alam
A0A013078
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan manusia sangat bergantung pada tumbuhan, begitu pula pada makhluk
lain yang tidak berhijau daun. Sedangkan tumbuhan dalam kehidupannya sering
dihadapkan pada berbagai gangguan, salah-satunya adalah serangan dari penyakit
tumbuhan yang akan sangat berpengaruhi pada besarnya hasil produksi. Adanya
penyakit tumbuhan sudah diketahui lama sebelum masehi, bahkan dilaporkan bahwa
penyakit telah ada sebelum manusia membudidayakan tanaman.
Penyakit
tumbuhan dapat didefinisikan sebagai gagalnya sel atau jaringan melaksanakan
fungsi-fungsi fisiologgisnya akibat gangguan terus –menerus oleh agen atau
penyebab primer dan menimbulkan gejala. Sementara itu gejala penyakit adalah
kelainan atau penyimpanagan keadaan normal tanaman akibat adanya gangguan
penyebab penyakit dan dapat dilihat oleh mata telanjang.Menurut sifatnya gejala
penyakit dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala morfologi dan gejala
histologi. Gejala morfologi adalah penyimpanagan pada tanaman yang mudah
dikenalai dengan panca indra (lihat,raba,cium). Sedangkan gejala histologi
adalah penyimpangan pada tanaman yang dapat diketahui melalui pemeriksaan mikroskop
terhadap jaringan tanaman yang sakit
Tanaman
akan sakit manakala tanaman rentan diserang oleh patogen virulen pada keadaan
lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit. Tanaman sakit tampak dari
gejala yang terjadi pada tanaman dan tanda yang mungkin terdapat pada bagian
tanaman bergejala. Bila dalam pengamatan hanya dibedakan tanaman sakit dari
tanaman sehat maka diperoleh data kategori, yaitu kategori sehat dan kategori
sakit. Pengamatan data kategori seperti ini tentu saja cukup mudah, tetapi tidak
cukup memadai untuk mengukur seberapa berat penyakit yang diderita oleh setiap
individu tanaman sehingga dapat dihitung nilai rerata untuk seluruh individu
dalam populasi, maka dari itu cara yang semakin berkembang yaitu pengukuran
intensitas penyakit dengan penghitungan score
interval satu sampai 5 yang merupakan gambaran masing-masing. Miisalnya score satu penyakit 0-20% , dua 21-40%, tiga 41-60%,
empat 61-80%, dan lima daun mati. Dalam skala interval,
pengukuran menghasilkan nilai intensitas dalam persen, bukan menghasilkan skor.
Hanya saja, nilai persen intensitas dalam hal ini berskala interval, bukan
rasio, karena setiap nilai disepakati dengan menggunakan diagram area baku
sebagai pembanding.
Analisis agroekosistem merupakan hal
baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat
persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang
pertanian. Seperti serangan pathogen padatanaman. Menurut pengertian agroekosistem adalah
sistem ekologi yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, terutama bahan makanan. Agroekosistem memiliki kaidah-kaidah ekologi
umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang terlihat pada ekosistem sawah
dengan ekosistem lainnya. Analisis agroekosistem sangat diperlukan petani
karena analisis inilah yang nantinya menjadi dasar oleh petani dalam mengambil
keputusan yang harus dilakukan untuk pengendalian hama dan pathogen pada
tanamanya dan pada lahanya. Tinggi dan rendahnya pemahaman petani terhadap
analisis agroekosistem berpengaruh terhadap lahan yang diolahnya, bila petani
masih bingung gejala penyakit apa yang terserang oleh tanamannya maka akan
menyulitkan untuk penangananya dan kondisi ini sangat disayangkan karena dalam
satu malam saja penyakit mampu menghabiskan tanaman satu lahan.
B. Tujuan
1. Mengukur
intensitas penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen
2. Mengetahui
analisis agroekosistem
3. Untuk
mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem
4. Untuk
mengenal komponen agroekosistem
5. Untuk
menentukan keputusan pengelolaan agroekosisitem
6. Untuk
memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahanya sendiri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Intensitas serangan
penyakit adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan
oleh jamur, bakteri atau virus yang dinyatakan secara kuantitatif atau
kualitatif. (Pracaya, 1993)
Analisis mengenai tingkat keparahan penyakit
tumbuhan serta keberadaan sangan dibutuhkan dalam mempelajari kehilangan hasil,
peramalan tingkat penyakit, dan sistem pengendalian yang harus dilakukan untuk meminimalisasi
kerugian yang disebabkan oleh serangan penyakit. Berat atau ringannya penyakit
dapat diklasifikasikan dalam tiga kriterium utama, yaitu insidensi penyakit (diseases insident), intensitas penyakit
(diseases severity), dan kehilangan
hasil (crop loss) (Sastrahidayat,2011).
Pendugan intesitas penyakit tanaman
merupakan cara yang umum untuk menentukan besar penyakit pada suatu populasi.
Sedangkan keterjadian penyakit pada tanaman merupakan banyaknya sampel unit
yang terserang dalam persentase/proporsi dari jumlah sempling unit atau jumlah
keseluruhan terjadinya penyakit disebabkan apabila penyakit ini bersifat
sistemik serta serangan patogen cepat atau lambat yang akan menyebabkan
kematian. Keparahan penyakit tumbuhan adalah daerah sub sempling unit yang
terinfeksi penyakit ditulis dalam bentuk persen atau proporsi total daerah
sempling(Leonard J.
F. 2001).
Penyakit tanaman dapat
didefinisikan sebagai penyimpangan sifat normal yang menyebabkan tanaman tidak
dapat melakukan kegiatan fisiologis seperti biasanya (Martoredjo, 1989).
penyakit tumbuhan dapat
disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Penyebab penyakit yang bersifat
biotik umunya parasitik pada tumbuahn, dapat ditularkan, dan disebut penyakit
biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik tidak parasit, tidak menular,
dan biasa disebut penyakit fisiogenik. Penyebab yang parasitik terdiri dari
beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri, cendawan,
riketsia, protozoa, nematode dan tumbuhan tingkat tinggi (Sinaga, 2003).
Agroekosistem dapat diartikan
sebagai totalitas/kesatuan lingkungan pertanian yang tersusun oleh komponen
hidup (biotik) dan komponen tidak hidup (abiotik) yang saling berinteraksi dan manusia dengan sistem sosialnya merupakan
komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan komponen tersebut. (Saragih, 2000).
Agroekosistem ini pada saat proses pembentukan dan perkembangannya terjadi
karena ada campur tangan manusia dengan tujuan umtuk meningkatkan produksi
pertanian dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan manusia. Campur tangan
manusia dapat berupa pemebrian masukan energi dan biasanya mempunyai
kecenderungan mengubah keseimbangan alam dan menyebabkan ekosistem menjadi
tidak stabil bila tidak dikelola dengan baik.
Berdasarkan proses pembentukannya,
ekosistem dibagi menjadi dua, yaitu Ekosistem Alami dan Ekosistem Pertanian /
Agroekosistem. Ekosistem Alami merupakan ekosistem yang proses pembentukan dan
perkembangannya terjadi tanpa ada campur tangan manusia, sedangkan
Agroekosistem merupakan ekosistem yang proses pembentukan dan perkembangannya
terjadi karena ada campur tangan manusia.
Analisis agroekosistem merupakan
kegiatan terpenting dalam pengelolaan hama dan penyakit terpadu, kegiatan ini
dapat dianggap sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani
dalam membuat keputusan-keputusan pengelolaan lahan pertaniannya (Mangan,
2002).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
1.
Bahan yang ada dilapangan (pangan,
hortikultura, atau perkebunan).
2.
Pedoman kategori serangan patogen untuk
penyakit tanaman tertentu
3.
Alat pencatat
4.
Kantong plastik
5.
Kertas plano
6.
Alat tulis
B.
Prosedur
Kerja
1.
Mahasiswa diarahkan untuk pergi ke
lapangan untuk mengamati komponen agroekosistem yang meliputi agroekosistem
tanaman (pangan, hortikultura, atau perkebunan)
2.
Pertanaman yang terserang patogen di
lapangan diamati
3.
Kategori serangan patogen pada tanaman
yang terserang ditentukan
4.
Intensitas penyakit tanaman diukur.
5.
Keadaan umum agroekosistem yang diamati
diukur.
6.
Hasil pengamatan ditulis pada kertas
plano.
7.
Hasil pengamatan di lapangan
dipresentasikan.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Hasil
pengamatan
Tanggal
: 19 Desember 2014
Jam : 09.00 WIB
Pemilik
: Bapak Suwarjo
Luas : 30ubin x 14m = 420
meter
Varietas
: Jagung C12 (
hibrida )
Jarak
tanaman : 25cm x
75cm
Kebutuhan
benih : 3kg
Frekuensi
benih : 2kali ( ½bulan=50kg
urea, 1bulan=25kg urea)
Jenis
tanah : latosol
Jenis
hama : lenting hijau dan
ular
Penyakit
: karat daun jagung
Komponen
biotik : hama, gulma, musuh alami,
dan serangga netral
Komponen
abiotik : iklim, pH, jenis tanah,
kelembaban, air, cuaca
Rencana
tindak lanjut :
·
Menanam varietas tahan karat daun, seperti Lamuru, Sukmaraga,
Palakka, Bima-1 atau Semar-10
·
Pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai ke akarnya
(Eradikasi tanaman) pada tanaman terinfeksi karat daun maupun gulma
·
Penyemprotan fungisida menggunakan bahan aktif benomil.
Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasan.
Hasil perhitungan sampel
jagung :
·
Sampel A : P1 = x100%
= x100%
= 35%
P2= x100%
= x100%
= 50,91%
·
Sampel B : P1 = x100%
= x100%
= 40%
P2= x100%
= x100%
= 26,15%
·
Sampel C : P1 =
x100%
= x100%
= 59%
P2= x100%
= x100%
= 57,89%
·
Sampel D : P1 = x100%
= x100%
= 64%
P2= x100%
= x100%
= 81,82%
·
Sampel E : P1 = x100%
= x100%
= 40%
P2= x100%
= x100%
= 21,82%
B.
Pembahasan
Lahan
yang diamati pada saat praktikum ditanami dengan jagung varietas jagung C12
(hibrida). Varietas jagung hibrida Menurut mubarakkan, (2012) berdasarkan hasil
evaluasi terhadap variable utama dan variable penunjang disimpulkan bahwa semua
jagung hibrida yang ditanam pada kondisi rendah meiliki tingkat adaptasi dan
keragaman tanaman yang hampir sama. Dengan tingkat produktivitas rata-rata 9,10
ton/ha, seluruh tanaman sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber
pangan dan pakan ternak. Hibrida 4 dan 8 dengan kandungan protein 14,12%
termasuk dalam jagung mutu tinggi (quality protein maize) yang sangat
sesuai sebagai bahan pakan ternak ayam, sedangkan hibrida 1 dan 13 dengan kandungan
karbohidrat 805 dan 790 mg glukosa/gBK lebih sesuai unruk dikembagkan sebagai
sumber bahan pangan.
Jenis
tanah pada lahan tersebut yaitu latosol. Tanah Latosol disebut juga sebagai
tanah Inceptisol. Tanah ini mempunyai lapisan solum tanah yang tebal sampai
sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas
antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah,
coklat sampai kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9
% tapi biasanya sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara, pH 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai agak asam.
Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya
remah dengan konsistensi adalah gembur.
Dari warna bisa dilihat unsur haranya, semakin merah biasanya semakin miskin.
Pada umumnya kandungan unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah sampai
agak sukar merembes air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasinya dari agak
cepat sampai agak lambat, daya menahan
air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi.
Hama
dan penyakit yang sering menyerang pada lahan bapak suwarjo yaitu : lenting
hijau, ular dan karat daun.
Penyakit
karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw (Sudjono, 1988) dan
Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman
jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia (BPS, 1989;
Sudjono, 1987; Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Spesies P. polysora Underw dominan
menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Jamur ini menyerang tanaman jagung
pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen terutama pada bagian daun tanaman
(Sumartini, 1990 dan 1990a), dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai
seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan.
Hasil
pengujian Sumartini (1992) menunjukkan bahwa penyemprotan fungisida yang
memiliki bahan aktif Mancozeb dan Carbendazim, konsentrasi 2g/l dengan interval
waktu penyemprotan 10 hari sejak tanaman 7 hari setelah tanam juga efektif
menekan serangan penyakit karat pada jagung Galur Harapan Mojosari,
masingmasing dari 21% menjadi 14,31% dan 17,09%. Fungisida Dithane M 45
mengandung bahan aktif Mencozeb, berupa fungisida kontak yang berspektrum luas,
cara kerja fungisida tersebut menghambat enzim-enzim patogen termasuk enzim P.
polysora pada tanaman jagung (Sumartini 1990a). Sedangkan fungisida yang
mengandung bahan aktif Carbendazim yaitu Delsene MX-200, berupa fungisida
sistemik, cara kerjanya menghambat DNA (Van der Plank 1969). Selain itu,
Irriani (1994) melaporkan bahwa fungisida dengan bahan aktif Captafol dan
Triadimefon efektif menekan serangan penyakit karat pada tanaman jagung
berturut-turut 14,37 % dan 18,0 %.
Keparahan penyakit dapat diamati dengan cara
membagi kisaran dari tak ada gejala penyakit sampai penuh gejala penyakit ke
dalam kelas-kelas atau kategori-kategori. Jaringan diamati dengan cara
mencocokan termasuk kategori atau kelas yang manabagian tanaman tersebut.
Proses pencocokan tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Jika jumlah kelas
terlalu sedikit, maka kunci tersebut tidak memiliki kemampuan diskriminatif;
sebaliknya kalau jumlah kelas terlalu besar maka diperlukan banyak waktu untuk
menentukan suatu jaringan masuk kelas yang mana. Oleh karena itu biasanya
jumlah kelas tidak lebih dari 10.
Pada kegiatan praktikum yang di lakukan, di
hitung nilai intensitas penyakit. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode
diagonal diamana diambil 2 tanaman yang diamati dari setiap pojokan lahan. Pada
perhitungan daun jagung sampel A jagung yaitu P1=35%, P2= 50,91%, pada daun jagung
sampel B intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2=26,15%, pada daun jaung sampel
C intensitas penyakitnya yaitu P1=59%, P2= 57,89%, pada daun jagung sampel D
intensitas penyakitnya yaituP1=64%, P2= 81,82, pada daun jagung sampel E
intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2= 21,82.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agroekosistem adalah sistem ekologi
yang dimodifikasi manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
Analisis agroekosistem merupakan hal
baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita dalam melihat
persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian.
Seperti serangan pathogen padatanaman.
Pada kegiatan praktikum yang di lakukan, di
hitung nilai intensitas penyakit. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode
diagonal diamana diambil 2 tanaman yang diamati dari setiap pojokan lahan. Pada
perhitungan daun jagung sampel A jagung yaitu P1=35%, P2= 50,91%, pada daun jagung
sampel B intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2=26,15%, pada daun jaung sampel
C intensitas penyakitnya yaitu P1=59%, P2= 57,89%, pada daun jagung sampel D
intensitas penyakitnya yaituP1=64%, P2= 81,82, pada daun jagung sampel E
intensitas penyakitnya yaitu P1=40%, P2= 21,82.
Komponen agroekosistem :
Komponen biotik : hama, gulma, musuh alami, dan serangga netral
Komponen abiotik : iklim, pH, jenis tanah, kelembaban, air, cuaca
B. Saran
Asisten lebih mengontrol
pada saat praktikum agar semua praktikan melakukan praktikum, karena masih ada
praktikan yang hanya melihat saja
DAFTAR PUSTAKA
Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit
Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset, Yogyakarta.
Pracaya. 1993.Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru
Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor
Indonesia, Jakarta.
Sastrahidayat, R. I. 2011. EPIDEMIOLOGI TEORITIS
PENYAKIT TUMBUHAN. UB Press Universitas Brawijaya. Malang
Sumartini. 1992. Pengendalian penyakit bercak daun
dan karat pada jagung secara kimiawi. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan
Tahun 1991. Balittan Malang: 31-35.
Sudjono, M. S. 1988. Penyakit Jagung dan
Pengendaliannya. Hal. 205-241. Dalam. Subandi, M. Syam, dan A. Wdjono
(ed.), Jagung. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman pangan, Bogor.
No comments:
Post a Comment