Wednesday, 24 June 2015

DAMPAK PENGGUNANAAN STRYROFOAM TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

TUGAS TERSTRUKTUR
EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
“Dampak Penggunanaan Stryrofoam Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan”









Oleh    :
Moch. Bachrul alam
A0A013078




KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015



DAMPAK PENGGUNAAN STRYROFOAM TERHADAP KESEHATAN Dan LINGKUNGAN
Styrofoam merupakan salah satu pilihan yang paling popular untuk digunakan sebagai pengemas barang-barang yang rentan rusak maupun makanan sekalipun. Styrofoam memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Hal inilah yang menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini belum banyak yang sadar bahaya dibalik penggunaan kemasan styrofoam.
Styrofoam sebagai kemasan makanan, sebaiknya penggunaannya bukan sekedar sebagai bungkus tetapi perlu diperhatikan keamanannya, karena fungsi dari kemasan makanan yaitu untuk kesehatan, pengawetan dan kemudahan. Menurut beberapa penelitian telah diketahui bahwa styrofoam berbahaya bagi kesehatan. Menurut Mulyanto (2013), bahaya styrofoam berasal dari butiran-butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan benzana. Benzana inilah yang termasuk zat yang dapat menimbulkan banyak penyakit (Mulyanto, 2013).
Selain itu, Styrofoam juga terbukti tidak ramah lingkungan, karena tidak dapat diuraikan sama sekali. Bahkan pada proses produksinya sendiri menghasilkan limbah yang tidak sedikit sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency).
Penggunaan Styrofoam
Pengunaan styrofoam salah satunya adalah sebagai kemasan atau wadah makanan karena bahan ini memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, serta ringan.
Di Indonesia, penggunaan styrofoam sebagai wadah makanan makin menjamur karena barang ini sangat mudah ditemukan dimana-mana, mulai dari restoran siap saji sampai ke tukang-tukang makanan di pinggir jalan untuk menggunakan bahan ini sebagai pembungkus makanan mereka (Mulyatno, 2013).
Selain digunakan sebagai pembungkus makanan, penggunaannya digunakan untuk bahan pelindung dan penahan getaran barang yang rentan rusak seperti elektronik atau barang pecah belah lainnya.
Bahaya Penggunaan Styrofoam Terhadap Kesehatan
Styrofoam adalah jenis bahan kimia organik yang tidak bisa terurai oleh alam. Styrofoam terdiri dari butiran-butiran styrene yang diproses dengan mengunakan benzena. Sedangkan benzena adalah termasuk zat yang bisa menimbulkan banyak penyakit. Benzena ini menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid, menganggu sistem syaraf sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat denyut jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetar, dan menjadi mudah gelisah (Anjarimawati, 2010).
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam keamanan Pangan Kemasan Styrofoam sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endokrin disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen. Semakin lama waktu pengemasan dengan Styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak atau minyak. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak (Sulchan, 2007).
Hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Faktor yang mempengaruhi perpindahan zat kimia pada Styrofoam ke dalam makanan, antara lain:
1.      Suhu yang tinggi
Semakin panas suatu makanan, semakin cepat pula migrasi bahan kimia styrofoam ke dalam makanan.
2.      Kadar lemak tinggi
Bahan kimia yang terkandung dalam styrofoam akan berpindah ke makanan dengan lebih cepat jika kadar lemak (fat) dalam suatu makanan atau minuman makin tinggi.
3.      Kadar alkohol dan asam yang tinggi
Bahan alkohol dan asam mempercepat laju perpindahan.
4.      Lama kontak
Semakin lama makanan disimpan dalam wadah Styrofoam semakin besar kemungkinan jumlah zat kimia yangbermigrasi ke dalam makanan.
Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Sementara itu CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang bisa menimbulkan kanker (Sulchan, 2007).
Menurut Sulchan (2007) terdapat beberapa monomer yang dicurigai berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta crylonitril venylidine chloride serta shyrene. Bahan-bahan ini memiliki monomer-monomer yang cukup beracun dan diduga keras sebagai senyawa karsinogen. Kedua monomer tersebut dapat bereaksi dengan komponen-komponen DNA seperti vynl khlorida dengan guanine dan sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil cyanida) dengan adenine monomer vinile khlorida mengalami metabolisme dalam tubuh melalui pembentukan hasil antara senyawa epoksi cloreshyan oksida. Senyawa epoksida ini sangat reaktif dan bersifat karsinogenik.
Selain itu, pada senyawa pembuat Styrofoam terdapat butil hidroksi toluene (BHT) atau n-butyl stearat. Kandungan zat ini menurut penelitian kimia LIPI dapat memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Masalah kesehatan yang dapat muncul setelah terpapar jangka panjang yaitu menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati periperal.
Bahaya Styrofoam terhadap Lingkungan
Selain berefek negatif bagi kesehatan, styrofoam juga tak ramah lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, styrofoam akan menumpuk begitu saja dan mencemari lingkungan. Styrofoam yang terbawa ke laut, akan dapat merusak ekosistem dan biota laut. Beberapa perusahaan memang mendaur ulang styrofoam. Namun sebenarnya, yang dilakukan hanya menghancurkan styrofoam lama, membentuknya menjadi styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman.
Data EPA (Enviromental Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan, limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan styrofoam menimbulkan bau yang tak sedap yang mengganggu pernapasan dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara (Mulyatno, 2013).
Setelah digunakan untuk waktu yang sangat singkat (hanya untuk menaruh membungkus makanan untuk sementara waktu atau melapisi barang elektronik sampai barang itu dibeli) styrofoam yang sudah diproduksi dalam jumlah banyak itu dibiarkan menumpuk dan mencemari lingkungan dan merusak keseimbangan kehidupan biota laut.
Styrofoam berpengaruh terhadap global warming karena senyawa Cloro Fluoro Carbon (CFC) sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas CFC digunakan sebagai gas pengembang karena tidak bereaksi, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon diatmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi serta menimbulkan efek rumah kaca.
CFC adalah salah satu Gas Rumah Kaca, yang bila berada diatmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi. Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Kemampuan gas-gas rumah kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming Potential. GWP adalah suatu nilai relative dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai standar (Fadli, 2012).
Zat-zat chlorofluorocarbon, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari 10.000. Itu berarti bahwa satu molekul zat chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca lebih tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida. Dengan kata lain, makin tinggi nilai GWP suatu zat tertentu, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Kalau tidak ada lapisan ozon, radiasi cahaya ultraviolet mencapai permukaan bumi dan menyebabkan kematianorganisme, tumbuhan menjadi kerdil, ganggang di lautan mati,terjadi mutasi genetic, menyebabkan kanker kulit atau kankerretina mata. Menurut pengamatan melalui pesawat luar angkasa,lubang ozon di atas Kutub Selatan semakin lebar. Saat ini, lubangozon sudah meluas sampai tiga kali benua Eropa. Jika lubangozon melebar, sinar ultraviolet yang memasuki bumi semakintinggi intensitasnya. Ekosistem laut dan pertanian terganggu dan insiden penyakit kanker kulit meningkat. Karena itu penggunaan gas CFC harus dibatasi atau bahkan dihentikan (Fadli, 2012).
Solusi bagi Penggunaan Styrofoam
Seperti yang telah diuraikan di atas, styrofoam ini berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, maka perlu dicari solusi agar penggunaannya dapat diminimalisir atau dihentikan sama sekali.
Beberapa tahun lalu, penyedia makanan siap saji dari Amerika mengumumkan akan mengganti wadah styrofoam dengan kertas. Para ahli lingkungan menyebutkan keputusan itu sebagai ”kemenangan lingkungan” karena styrofoam sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Keputusan ini menyusul hal serupa oleh perusahaan-perusahaan makanan siap saji lainnya. (Mulyatno, 2013)
Beberapa cara yang telah diusahakan untuk mengurangi dampak buruk dari Styrofoam antara lain:
1. Fokus Pengemas baru yang ramah lingkungan
2. Menghentikan penggunaan Styrofoam
3. Menciptakan Kemasan Plastic Biodegradable
4. Memanfaatkan Limbah Styrofoam sebagai Bahan Bangunan
5. Upaya mendegradasi styrofoam



DAFTAR PUSTAKA

Mulyanto, 2013. Bahaya Styrofoam Bagi Kesehatan. [Online]. Tersedia: http://www.itd.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article.
Pahri. (2012). Penggunaan Styrofoam. [Online]. Tersedia: pajrimandalabloger.blogspot.com. (23 Mei 2015)
Sulchan, dkk. (2007). Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Zamroni, A. (2002). Studi Pengaruh Radiasi Sinar Matahri terhadap Plastik Polisterina. [Online]. Tersedia: library.um.ac.id/free-contents/ (18 Oktober 2013)

TEORI PRODUKSI

I.                   PENDAHULUAN

Latar belakang
Produksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilai guna suatu barang dan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mengubah input menjadi output. Produsen adalah mereka yang melakukan produksi.
Kegiatan produksi menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan perusahaan.oleh karena itu harus dilakukan dalam keadaan apa pun baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun produksi tidak mungkin bisa berjalan bila tidak ada bahan yang memungkinkan untuk dilakukan proses produksi itu sendiri. Untuk melakukan proses produksi memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber daya alam, modal , serta keahlian. Yang semuanya itu biasa disebut faktor produksi.
Untuk melihat seluk beluk kegiatan perusahaan dalam memproduksi dan menawarkan barangnya diperlukan analisis keatas berbagai aspek kegiatan memproduksinya. Pertama-tama harus dianalisis sampai dimana faktor-faktor produksi akan digunakan untuk mengahasilkan barang yang akan diproduksikan. Sesudah itu perlu pula dilihat biaya produksi untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Dan pada akhirnya perlu dianalisis bagaimana seorang pengusaha akan membandingkan hasil penjualan produksinya dengan biaya produksi yang dikeluarkannya, untuk menentukan tingkat produksi yang akan memberikan keuntungan yang maksimum kepadanya.